Friday, April 10, 2009

KRITISI AKAS

Tidak profesional, tidak nyaman, mengecewakan, dan seabrek pendapat negatif lainya. Kayaknya begitulah yang dapat disampaikan oleh penumpang Bus PO. AKAS jurusan Surabaya – Banyuwangi. Bayangkan saja, akhir liburan setelah menikmati nyamannya suasana liburan dan akan pulang berkatifitas dengan rutinitas pekerjaaan, harus pulang dengan suasana perjalanan yang tidak menyenangkan. Rasanya nikmat liburan seminggu, hilang karena perjalanan pulang 9 jam. Panas setahun dihapus hujan sehari.

Akhir liburan ini di Kota Surabaya, tibalah saatnya untuk kembali ke Bali. Saya dan teman yang di Surabaya memutuskan untuk menggunakan jasa Bus untuk balik ke Bali. Setelah milih-milih Bus di Terminal Bungurasih yang tertib tersebut, akhirnya kami memutuskan naik Bus AKAS ber AC, setelah sebelumnya di tawari yang ekonomi. Keinginginan agar perjalanan bisa lebih nyaman dengan Bus ber AC, sirna di perjalanan. Gimana gak sirna, setelah merasa nyaman perjalanan dari Surabaya, nyampe di Terminal Probolinggo sang sopir mengatakan kalau penumpang harus di oper ke Bus AKAS lainnya. Gak jelas alasannya kenapa. Tapi kayaknya karena penumpang yang akan melanjutkan sampe ke Banyuwangi semakin berkurang dan mungkin hitung-hitungan bisnis pasti rugi kalau terus melanjutkan sampai Banyuwangi. Kami gak menemukan alasan lain, bagi sopir tuk mengoper penumpangnya. Betapa kecewanya semua penumpang mendapatkan hal tersebut. Yang lebih mengecewakan lagi, Bus lanjutan kami yaitu Bus AKAS ekonomi sarat penumpang dan panas. Tidak ada pengembalian sisa ongkos dari AC ke ekonomi. Hak penumpang sudah diambil. Tidak ada berontak, tidak ada kemarahan, tidak ada keributan, tidak ada kaca mobil pecah, tidak ada laporan, hanya rasa dongkol aja. Keinginan untuk segera sampai tujuan, mengalahkan semuanya.

Setelah dioper ke bis berikutnya, perjalanan kemudian dilanjutkan menuju Banyuwangi. Ketidaknyamanan yang didorong rasa dongkol menghiasi perjalanan tersebut, belum lagi sopir bis yang kadang-kadang tidak tertib dan ugal-ugalan. Ketika keluar Kota Situbondo menjelang sore hari, tanda-tanda masalah berikutnya mulai terasa. Sopir bis mulai mengecek-ngecek lampu Bus yang nyalanya kedap kedip 5 watt. Tapi sang sopir tetap memaksakan untuk melanjutkan perjalanan meski sore semakin gelap. Nampak sekali keraguan sopir dalam membawa bis, karena laju kendaraan semikin lambat. Hak penumpang sudah diambil. Rasanya bencana kecelakaan terus menghantui.

Karena hari semakin gelap dan jarak makin terbatas, ketika Bus keluar dari Paiton, sopir Bus AKAS untuk kedua kalinya kembali mengoper penumpang ke Bus AKAS lainnya yang kebetulan lewat dan penumpangnya sedikit dan tidak dikenai biaya tambahan. Untung saja tujuannya juga Banyuwangi, jika tidak, harus berapa kali lagi dioper. Hak penumpang sudah diambil. Perjalanan terus dilanjutkan sampai akhirnya tiba dui Banyuwangi. Namun yang menjadi perhatian kami adalah, waktu perjalanan juga sangat panjang. Berangkat jam 2 siang sampai di Bali jam 1 malam.

Begitulah, pengalaman naik Bis yang tidak dikelola secara profesional dan cenderung mengejar keuntyungan sepihak dengan mengorbankan hak-hak penumpang. Itu hanya contoh kecil dari berbagai jasa pelayanan di Indonesia yang dijalankan dengan mengabaikan prinsip profesionalitas. Inilah gambaran kalu kita masih negara yang masih jauh dari kemajuan dan modernisasi.

Namun dibalik itu semua, saya selalu berprinsip kritis tapi bisa mengambil hikmah dari setiap kejadian karena Hidup Untuk Ibadah. Pertama, mungkin jika saya naik Bus AC, saya akan tidur sepanjang perjalanan tanpa bisa menikmati apa yang di depan, di samping dan di sekitar saya. Akhirnya saya tidak bisa mengambil pelajaran/ilmu dari sekeliling saya, terutama masalah-masalah sosial. Kedua, dengan kondisi seperti itu, menjadi kesempatan kita dalam belajar mengelola emosi, amarah , kesal, untuk memacu potensi diri.



1 comment:

Admin RSGIS Indonesia said...

Wah kasih sekali juniorku ni. Sabar Din, ada hikmah di balik itu.

Ini lah prinsip untung-rugi yang keliru. Niatnya tidak rugi dengan tidak melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi, padahal sesungguhnya mereka rugi karena akan kehilangan calon penumpang di masa mendatang, paling tidak Hamiudin pasti kapok. Mendingan naik pesawat ya Din.