Thursday, June 14, 2007

Hakikat Penggunaan Nama Antara Ahlu Sunnah Waljamaah dan Salafiyun Shalih

Tulisan ini saya ambil dari milinglist assunah@yahoogroups.com yang dikirimkan oleh Faidzin Firdaus. Semog beliau merestui publish artikel ini bagi umat. Amin! Dalam kitab Muzilul Ilbas Syaikh Muhammad 'Id Al Abbasi menjelaskan sebagai berikut: Segala puji bagi Alloh. Shalawat dan salam untuk Rasul yang tidak ada Nabi sesudahnya. Begitu juga terhadap keluarganya, sahabatnya, dan tentaranya. Salafiyah adalah penisbatan kepada Shalafus Shalih. Mereka adalah orang-orang yang berada pada tiga abad pertama yang utama dan dikenal kebaikannya. Tidak ada keraguan bahwa mereka adalah kelompok yang mendapat pertolongan dan kemenangan, seperti dikabarkan Rasulullah shallallahu alaihi wasalam. Ahlussunnah wal Jamaah pada hakikatnya adalah kaum Salaf.

Istilah Ahlussunnah wal Jamaah muncul pada saat pelaku bid’ah dan beragam firqah dari kalangan Mu’tazilah, Rafidhah, Khawarij, dan firqah-firqah lainnya yang tersebar. Para ulama kemudian memandang cukup menggunakan istilah Ahlussunnah wal Jamaah. Sayangnya orang-orang berikutnya yang telah keluar dari Manhaj Salaf menggunakannya sebagai tanda bagi diri mereka. Kelompok Asy’ariyah mengaku Ahlussunnah wal Jamaah. Demikian pula Al Maturidiyah, kalangan Tasawuf, dan bahkan pelaku bid’ah. Akhirnya nama ini tidak lagi memadai untuk membedakan antara pengikut kebenaran seperti telah ditunjukkan kalangan salafusshalih. Karenanya, banyak ulama dan peneliti yang memandang perlu menggunakan nama baru untuk menjelaskan pengertian Ahlussunnah wal Jamaah yang sebenarnya. Sebab, sebagian orang yang tidak termasuk dari kalangan Ahlussunnah wal Jamaah juga menggunakan nama ini. Maka jadilah Ahlussunnah wal Jamaah khusus untuk orang-orang yang mengikuti kaum Salaf.
Demikianlah kondisi penamaan Ahlussunnah wal Jamaah jika dibandingkan penamaan Islam pada zaman Rasul shallallahu alaihi wasalam. Nama ini sebelumnya tidak pernah ada. Seseorang cukup dikatakan Muslim untuk membedakan pengikut kebenaran yang mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasalam dengan benar dan jujur. Lalu mengapa para ulama mengambil istilah Ahlussunnah wal Jamaah dan tidak mencukupkan dengan istilah Islam?
Sebagian pihak barangkali berkata, “Cukuplah penamaan Islam.” Kita jawab, “Apakah Anda mengakui langkah para ulama seperti Imam Ahmad dan yang lainnya dengan mengambil nama Ahlussunnah wal Jamaah sebagai nama bagi kalangan Muslim yang sebenarnya?” Mereka tentu akan berkata, “Betul.”
Kita katakan, “Inilah alasannya. Ini adalah desakan baru sehingga dipergunakan nama Ahlussunnah wal Jamaah untuk membedakan Muslim yang sebenarnya. Hal ini pulalah yang membuat banyak ulama peneliti mengambil nama baru untuk membedakan Ahlussunnah wal Jamaah yang sebenarnya. Nama ini sesungguhnya mensyaratkan pemahaman Salaf terhadap Al Qur’an dan Assunnah.
Sebagai bentuk penamaan yang membedakan secara sempurna – seperti Ahlussunnah wal Jamaah yang membedakan antara pengikut kebenaran dari kalangan umat Islam dengan yang lainnya sebagaimana halnya tidak ada perbedaan antara Ahlussunnah wal Jamaah dan kata ‘Muslim’ – dapat disimpulkan bahwa Ahlussunnah wal Jamaah adalah kaum Muslimin yang sesungguhnya. Karena itu, tidak ada perbedaan antara Ahlussunnah wal Jamaah dan Salafiy, untuk membedakan mana Muslim yang hakiki dan mana yang tidak.
Selain itu, terdapat larangan menggunakan kata Islam hanya untuk Ahlussunnah wal Jamaah dan Salafi saja. Sebab, pengertiannya yaitu orang-orang selain mereka adalah non-Muslim. Ini tidak benar. Kita tidak boleh mengkafirkan para pengikut firqah (sekte-sekte) secara umum seperti kaum Khawarij. Bahkan Imam Ali Radhiallahu anhu tidak mengkafirkan mereka. Ketika beliau ditanya, “Apakah mereka orang kafir?” Beliau menjawab, “Tidak. Mereka melarikan diri dari kekafiran. Mereka tetap saudara kita, tapi memberontak kepada kita.”
Mereka tetap terjalin dalam ikatan Islam meskipun sangat lemah. Mereka tetap berada dalam kelompok umat Islam secara umum, tetapi mereka mnyimpang dan sesat. Untuk membedakan mana Muslim yang hakiki, tidak sesat, dan tidak menyimpang – di antara orang-orang dari kalangan Rafidhah (Syiah), Mu’tazilah, Jahmiyah, Jabariyah dan lainnya – maka dipergunakanlah nama ini.
Karena itu, diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa suatu ketika beliau berada dalam sebuah majelis. Salah seorang yang hadir berkata, “Segala puji bagi Alloh yang menunjukkan kita kepada Islam.” Imam Ahmad lalu menambahkan, “Katakanlah, dan kepada Assunnah.” Maksud beliau, betul kita memuji Alloh bahwa kita termasuk dalam golongan umat Islam, tetapi ketika Islam ini (dalam prakteknya) mengambil banyak bentuk dalam berbagai firqah, maka katakanlah, “Dan kepada Assunnah.” Karena kenikmatan yang berhak atas banyak pujian, yaitu bahwa Alloh telah memberi petunjuk jalan selamat kepada seseorang dalam hal yang disengketakan banyak orang. Karena seorang Muslim tidak akan selamat hanya dengan memeluk Islam, sehingga ia termasuk golongan yang selamat (Al Firqah An Najiyah). Sebab, dalam umat Islam terdapat 73 golongan. Jika ia termasuk salah satu dari 73 golongan tersebut, dan ia beramal dengan amalan yang besar dan banyak laksana gunung, maka hal itu tidak berguna untuknya, bahkan ia akan disiksa di Neraka.
Seperti diketahui, semuanya berada dalam Neraka kecuali satu, maka nikmat yang sempurnya adalah jika ia memeluk Islam dan ke-Islamannya itu berada di jalan kelompok yang selamat. Ini merupakan realitas sejarah yang beragam dan mendorong banyak ulama untuk membedakan pengikut kebenaran dalam sejarah fase pertama, lalu fase kedua. Sebab, kalangan Asy’ariyah, Maturidiyah, Sufiyah dan ahli bid’ah lainnya juga mengambil nama Ahlussunnah wal Jamaah. Tidak satu pun dari mereka berkata, “Saya mengikat pemahaman saya sesuai dengan Al Qur’an dan Assunnah sesuai dengan pemahaman Salafusshalih.” Dengan demikian mereka telah menyingkap dan membedakan antara berbagai kelompok ini dengan adanya istilah “kelompok yang selamat” (Al Firqah An Najiyah). Mereka mengambil pemahaman Salaf untuk membedakan pemahaman yang benar terhadap Islam, Al Qur’an dan Assunnah. Hal ini ditunjukkan oleh ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah shallallahualaihi wasallam. Inilah yang dianjurkan dan dinasihatkan untuk diikuti. Al Qur’an dan Assunnah menyuruh untuk mengikuti petunjuk kaum Salafusshalih, mengikuti pemahaman, dan konsisten mengikuti jalan mereka.
Abu Zaid : "mohon untuk bershalawat ketika menemui lafaz Rasulullah atau yang semakna dalam tulisan di atas"
Penulis : Faidzin Firdhaus, Email : mandorsanim@yahoo.com



No comments: